
Infeksi cacing atau cacingan masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius di Indonesia. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan, angka kejadian kecacingan masih tinggi terutama di kalangan anak-anak. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi kecacingan di beberapa kabupaten/kota di Indonesia mencapai sekitar 28 persen. Angka ini menandakan bahwa satu dari tiga anak Indonesia kemungkinan besar pernah atau sedang terinfeksi cacing usus. Kondisi ini diperburuk oleh kebiasaan hidup yang kurang higienis, sanitasi yang buruk, serta kebiasaan anak bermain di tanah tanpa alas kaki.
Jenis cacing yang umum menyerang masyarakat Indonesia antara lain Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan Ancylostoma duodenale atau Necator americanus (cacing tambang). Ketiga jenis cacing ini termasuk dalam kelompok soil-transmitted helminths, yaitu cacing yang menular melalui tanah yang terkontaminasi tinja manusia. Penularan biasanya terjadi ketika seseorang menelan telur cacing yang terdapat pada makanan atau minuman yang tidak bersih, atau melalui kulit saat berjalan tanpa alas kaki di tanah yang terkontaminasi.
Ciri-ciri orang yang mengalami cacingan umumnya tidak langsung terlihat, terutama pada tahap awal infeksi. Namun, beberapa tanda yang sering muncul antara lain perut terasa kembung atau nyeri, berat badan sulit naik, nafsu makan menurun, tubuh terasa lemas, serta tampak pucat akibat anemia. Pada anak-anak, infeksi cacing bisa menyebabkan perut buncit, gangguan konsentrasi belajar, bahkan keterlambatan tumbuh kembang. Dalam kasus berat, cacing bisa keluar bersama feses atau bahkan dari hidung dan mulut. Menurut Stephenson et al. (2000), infeksi cacing dapat menyebabkan penurunan kadar zat besi dan protein dalam tubuh, yang berujung pada malnutrisi dan gangguan pertumbuhan anak.
Risiko terbesar dari cacingan bukan hanya gejala fisik yang mengganggu, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap kualitas hidup. Anak-anak yang terinfeksi kronis berisiko mengalami gangguan kognitif dan performa belajar yang rendah. Sementara pada orang dewasa, infeksi berat bisa menyebabkan kelelahan kronis dan penurunan produktivitas kerja. Karena itu, pencegahan dan pengobatan dini sangat penting untuk memutus rantai penularan.
Pengobatan utama cacingan menggunakan obat antihelmintik seperti Albendazole 400 mg atau Mebendazole 500 mg dosis tunggal. Obat ini efektif membunuh sebagian besar jenis cacing yang menyerang usus. Berdasarkan pedoman World Health Organization (WHO, 2023), pemberian obat cacing disarankan dilakukan minimal dua kali dalam setahun, terutama di daerah endemis atau lingkungan dengan risiko tinggi penularan. Untuk wilayah dengan angka prevalensi rendah, pemberian obat sekali setahun bisa menjadi pilihan yang cukup. Program nasional di Indonesia juga menganjurkan pemberian obat cacing massal (POPM) dua kali setahun bagi anak usia sekolah dan balita.
Selain pengobatan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) memegang peran penting untuk mencegah infeksi ulang. Kebiasaan sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah dari toilet, menggunakan alas kaki saat keluar rumah, memotong kuku secara rutin, dan memastikan makanan serta air minum dalam kondisi bersih dapat membantu memutus rantai penularan. Kementerian Kesehatan RI (2023) menekankan bahwa edukasi kebersihan lingkungan dan kepatuhan masyarakat terhadap program obat cacing massal merupakan kunci utama keberhasilan pengendalian kecacingan di Indonesia.
Penting juga untuk diingat bahwa gejala cacingan tidak selalu muncul secara jelas. Karena itu, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin ke fasilitas kesehatan jika muncul tanda-tanda seperti perut kembung berkepanjangan, badan lemas, atau nafsu makan yang terus menurun. Pemeriksaan feses sederhana di klinik dapat membantu memastikan ada tidaknya infeksi cacing dan menentukan jenis pengobatan yang sesuai. Jangan menunggu hingga gejala bertambah parah, karena semakin lama cacing berada dalam tubuh, semakin besar risiko komplikasi seperti anemia berat dan gangguan penyerapan nutrisi.
Jika Anda merasa atau mencurigai adanya gejala cacingan pada diri sendiri atau anak Anda, segera lakukan konsultasi ke Medizen Clinic. Di sana, Anda bisa mendapatkan pemeriksaan laboratorium feses dan penanganan medis yang aman serta sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan. Penanganan cepat akan mencegah dampak jangka panjang pada kesehatan. Jangan tunggu sampai parah — lakukan pemeriksaan dan pengobatan sekarang juga!
Daftar Pustaka
- World Health Organization. Soil-transmitted helminth infections — Fact Sheet. Geneva: WHO; 2023.
- World Health Organization. Guideline: Preventive chemotherapy to control soil-transmitted helminth infections in at-risk population groups. Geneva: WHO; 2017.
- Stephenson LS, Holland CV, Cooper ES. The impact of helminth infections on human nutrition. Taylor & Francis; 2000.
- Ahmed A, et al. The nutritional impacts of soil-transmitted helminth infections. BMC Public Health; 2012.
- Sisay M, et al. Efficacy of albendazole and mebendazole against soil-transmitted helminths: a systematic review. PLoS Neglected Tropical Diseases; 2024.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Cacingan. Jakarta: Kemenkes RI; 2022.




